Wednesday, October 14, 2015

Tajuk : Astrologi Islam

PENDAHULUAN

Syukur kehadrat Ilahi kerana limpahan rahmatNya memberi saya kekuatan untuk menyempurnakan tugasan saya dengan lancar dan membantu saya untuk memahami salahsatu skop pembelajaran dalam Islam iaitu ilmu falak (astrologi)

Tujuan esei atau kerja kursus ini dibuat bukanlah semata-mata untuk mendapatkan markah tetapi bertujuan untuk mengajak rakan-rakan mepelajari bidang-bidang ilmu yang ada di dalam Islam supaya dapat dijadikan inspirasi dalam kehidupan umumnya, dan pembelajaran khasnya. 

Tajuk kursus yang telah diberikan adalah berkaitan dengan “ Astrologi Islam”. 

Skop esei saya merangkumi maksud Astrologi, tujuan penciptaan bintang-bintang, hukum mempelajari Ilmu Falak, karya Astrologi pada peradaban muslim dan Persia dan kontroversi Astrologi dalam pandangan Islam. 

Saya berharap dengan adanya penulisan ini, dapat kita rasai betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan seorang muslim selain menyebarkan kepada dunia kehebatan zaman peradaban Islam. Dengan ini, mudah-mudahan kita sentiasa mendapat limpahan rahmat dan kasih sayang Allah Subhanahu wa ta’ala serta berada dalam keberkatannya. 

a)Maksud Astrologi

Astrologi ialah ilmu yang menterjemahkan tentang kenyataan dan keberadaan manusia, berdasarkan posisi dan gerak-geri relatif berbagai benda langit, terutamanya matahari, bulan, planet seperti dilihat pada waktu dan tempat lahir atau lain peristiwa dipelajari. 
Astrologi menurut agama Abrahamik adalah hal yang terlarang didasarkan pada catatan di dalam Alkitab. Hal ini disebabkan karena dalam ilmu astrologi meyakini bahwa posisi benda-benda langit dan pergerakannya memiliki pengaruh terhadap nasib seseorang atau kejadian yang akan terjadi di bumi. Adanya sebagian penyandaran Astrologi kepada Agama Abrahamik (seperti Astrologi Yahudi atau Astrologi Islam) adalah suatu kesalahan, baik dikarenakan ketidak-mampuan membedakan definisi astrologi dengan astronomi yang diperbolehkan, atau juga karena terjadinya penyimpangan dari akidah yang jelas tertulis di dalam Alkitab. 
Menurut akidah Yahudi pula, astrologi merupakan hal yang tercela dan keji dalam akidah Yahudi setara dengan perbuatan sihir dan perdukunan. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat: "Aku akan melenyapkan alat-alat sihir dari tanganmu, dan tukang-tukang peramal tidak akan ada lagi padamu. Jimat-jimatmu akan Kulenyapkan dan semua tukang ramalmu Kusingkirkan. " — Mikha 5:12

"... Janganlah kamu melakukan telaah atau ramalan. " — Imamat 19:26

Menurut akidah Islam, ilmu Astrologi (juga Ilmu nujum, horoskop, zodiak atau ramalan bintang) dalam akidah Islam adalah hal yang terlarang dan merupakan dosa besar yang digolongkan ke dalam kategori ilmu sihir dan bentuk kesyirikan. Kerana di dalamnya mengajarkan ramalan tentang kejadian yang belum dan akan terjadi juga pengakuan mengetahui ilmu gaib yang menjadi kekhususan Allah, seperti rezeki, jodoh dan umur. “Barangsiapa mengambil ilmu perbintangan, maka ia bererti telah mengambil salah satu cabang sihir, akan bertambah dan terus bertambah. ” — HR. Abu Dawud no. 3905

b) Tujuan Penciptaan Bintang-Bintang
Alam dan segala isinya diciptakan dengan hikmah kerana diciptakan oleh Zat yang memiliki sifat Maha Memberi Hikmah dan Maha Mengetahui. Dia Maha Mengetahui apa yang di depan dan di balik ciptaan-Nya. Sehingga mustahil Allah mencipta makhluk dengan main-main. Sebab itu, kewajiban atas makhluk-Nya ialah tunduk dan menerima berita, perintah, dan larangan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa penciptaan bintang-bintang itu ialah untuk penerang, hiasan langit, penunjuk jalan, dan pelempar syaitan yang mencuri wahyu yang sedang diucapkan di hadapan para malaikat. 

Sebagaimana Dia firmankan : “Dan sungguh, Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan. ” (QS. Al Mulk : 5)

Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan bintang-bintang itu untuk tujuan sebagai hiasan langit, alat pelempar syaitan, dan petunjuk jalan. Maka barangsiapa mempergunakannya untuk selain tujuan itu, sungguh terjerumus ke dalam kesalahan, kehilangan bagian akhiratnya, dan terbebani dengan satu hal yang tak diketahuinya. (Perkataan dalam kitab Shahih Bukhari di atas adalah ucapan Qatadah rahimahullah)

 Allah juga mengatakan: “Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka (mendapat petunjuk). ” (Surah An Nahl :ayat 16) 

c) Hukum Mempelajari Ilmu Astrologi

Para ulama berbeza pendapat dalam menentukan hukum mempelajari ilmu perbintangan atau ilmu falak (astrologi). Qatadah rahimahullah (seorang tabi’in) dan Sufyan bin Uyainah (seorang ulama hadits, wafat pada tahun 198 H) mengharamkan secara mutlak mempelajari ilmu falak. Sedangkan Imam Ahmad dan Ishaq rahimahullah memperbolehkan dengan syarat tertentu. Menurut Syaikh Muhammad bin Abdil Aziz As Sulaiman Al Qarawi yang berusaha mengkompromikan perbezaan pendapat para ulama di atas bahawa mempelajarinya adalah :

Pertama, kafir bila meyakini bintang-bintang itu sendiri yang mempengaruhi segala aktivitas makhluk di bumi. Ini yang pertama. 

Kedua, mempelajarinya untuk menentukan kejadian-kejadian yang ada, akan tetapi semua itu diyakini karena takdir dan kehendak-Nya. Maka yang kedua ini hukumnya haram. 

Ketiga, mempelajarinya untuk mengetahui arah kiblat, penunjuk jalan, waktu, menurut jumhur ulama hal ini diperbolehkan (jaiz). 

Tujuan penciptaan bintang adalah sebagaimana yang telah diterangkan Allah dan para ulama, bukan untuk mengetahui perkara ghaib seperti yang diyakini oleh sebagian besar astrologi. Ayat yang mengatakan :

“Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka (mendapat petunjuk). ” (QS. An Nahl : 16) 

Jenis keyakinan terhadap Astrologi
Ada tiga jenis keyakinan terhadap Astrologi dan ketiga jenis tersebut haram:
1. Keyakinan bahwa posisi benda langit yang menciptakan segala kejadian yang ada di alam semesta dan segala kejadian berasal dari pergerakan benda langit. Maka keyakinan seperti ini mengingkari Allah sebagai pencipta. 

2. Keyakinan bahwa posisi benda langit yang ada hanyalah sebagai sebab (ta’tsir) dan tidak menciptakan segala kejadian yang ada. Tetap meyakini bahwa yang menciptakan setiap kejadian hanyalah Allah, sedangkan posisi benda langit tersebut hanyalah sebab semata. Maka keyakinan seperti ini tetap keliru dan termasuk syirik asghar karena Allah tidak menjadikan benda langit tersebut sebagai sebab. 

3. Posisi benda langit sebagai petunjuk untuk peristiwa masa akan datang. Keyakinan semacam ini berarti pengakuan atas ilmu gaib yang termasuk perdukunan dan sihir. 

Tentang Gerhana
Nabi Muhammad menegaskan bahwa Gerhana tidak ada hubungannya dengan kelahiran maupun kematian seseorang, melainkan hanya salah satu di antara tanda kebesaran Allah. 
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat (tanda) di antara ayat-ayat Allah. Tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang atau karena hidup (lahirnya) seseorang. Apabila kalian melihat (gerhana) matahari dan bulan, maka berdoalah kepada Allah dan sholatlah hingga tersingkap kembali. ” — HR. Al-Bukhari no. 1043, dan Muslim no. 915

Turunnya hujan
Menisbahkan turunnya hujan kepada bintang termasuk pada syirik besar dan perkara jahiliyah. Pada zaman jahiliyah, orang-orang Arab beranggapan bahwa jika salah satu bintang hilang dan terbit penggantinya, maka hujan akan turun. Disebutkan dalam hadits, yang menjelaskan sebab turunnya surah Al-Waqi'ah:75-82:

"Dia (Allah) berfirman, "Pada pagi ini, di antara hamba-hamba-Ku, ada yang beriman kepada-Ku, tetapi ada pula yang kafir. Adapun orang yang mengatakan, `Hujan telah turun kepada kita berkat karunia dan rahmat Allah, ` dia adalah orang yang beriman kepada-Ku, tetapi kafir terhadap bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan, ` Hujan telah turun kepada kita kerana bintang ini dan itu, ` dia adalah orang yang kafir terhadap-Ku, tetapi beriman kepada bintang-bintang. `. " — HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71

d)Karya Astrologi Pada Peradaban Muslim Dan Persia

Meski begitu, astrologi memang sempat terikat erat dengan kehidupan umat muslim di era abad pertengahan. Albumasur atau Abu Ma’shar (805 – 885 Masihi) merupakan salah satu astrologi yang berpengaruh yang berasal dari Persia. Ia menyampaikan pemikirannya dalam buku “Introductorium in Astronomiam”, atau Kitab al-Mudkhal al-Kabir, yang menyatakan bahawa “hanya dengan mengamati berbagai perbedaan pergerakan planet, kita dapat membandingkan variasi tak terhingga dari perubahan di dunia. ” Buku tersebut tersebar hingga ke Eropah dan merupakan salah satu buku yang berpengaruh di bidang astrologi dan astronomi di wilayah Eropah. 

Masyarakat Arab sendiri juga mengembangkan sistem zodiak untuk menghitung pengaruh dari pergerakan setiap planet. Mereka membagi pengaruh tersebut dalam “bagian” yang terkait dengan kehidupan manusia. Misalnya bagian keberuntungan terjadi saat terdapat perbezaan antara matahari dan posisinya terhadap bulan. Jika “bagian” yang dihitung tersebut berada pada bulan ke 10 iaitu Libra, maka rezeki akan lebih mudah didapati dari berbagai jenis kerjasama. Kalender ini diperkenalkan oleh Omar Khayyám Neyshabouri, berasal dari zodiak klasik. Kalender ini masih digunakan di Afghanistan dan Iran sebagai kalender resmi Persia. 

Meski begitu, majoriti dari karya umat muslim pada era tersebut berada pada bidang astronomi. Tidak banyak karya astrologi yang masih ditemukan hingga era sekarang. Mungkin juga disebabkan oleh penolakan Islam terhadap astrologi sebagai disiplin keilmuan sehingga membuat karya astrologi tidak mendapat tempat dalam sejarah peradaban Islam. 

e) Kontroversi Astrologi Dalam Pandangan Islam
Astrologi merupakan ilmu yang mempelajari pergerakan objek langit untuk memahami pengaruhnya terhadap manusia dan alam semesta. Di dalam kajian para pemuka agama Islam, astrologi masih menjadi perdebatan antara dua kubu yang menganggap astrologi sebagai perbuatan syirik atau sah. 

Dunia Arab pada abad pertengahan sangat tertarik untuk mempelajari langit. Beberapa beralasan karena mereka menganggap benda langit itu sebagai tuhan. Beberapa lainnya berpendapat karena mereka sering bepergian di malam hari sehingga memanfaatkan pengetahuan terhadap konstelasi untuk menuntun arah menuju tujuan perjalanan mereka. 

Setelah muncul dan meluasnya Islam, masyarakat Arab menjadi penganut Islam dan masih memanfaatkan pergerakan benda langit untuk menentukan waktu shalat, arah Ka’bah, kiblat masjid, dan jadwal puasa. Meningkatnya kebutuhan umat muslim terhadap objek langit dalam menentukan ritual ibadah mendorong cendekiawan muslim mempelajari astronomi (ilmu yang mempelajari objek langit) secara mendalam. Namun beberapa dari mereka mulai percaya bahwa gerakan benda langit tersebut ternyata berpengaruh terhadap kondisi manusia. 

Para ilmuwan yang menganggap bahwa benda langit memiliki pengaruh pada kondisi manusia ini kemudian mengembangkan ilmu astrologi, yang sering disebut juga ilmu nujum (علم النجوم). Mereka mengembangkan disiplin ilmu yang masih tergabung di dalam ilmu astronomi yang juga disebut ilmu falak (علم الفلك). 

Ajaran Islam sendiri juga menjelaskan bahwa beberapa nabi diberkahi kemampuan tertentu dimana beberapa diantara mereka memiliki keterkaitan dengan objek benda langit. Misalnya dalam kasus Nabi Idris, yang dikenal juga sebagai Enoch dalam kitab Perjanjian Lama. Dilihat dari dunia sains modern, Idris merupakan nabi dengan wawasan astronomi yang sangat luas. Beberapa Sufi menganggap Idris merupakan penemu dari ilmu perbintangan. Catatan sejarah menggambarkan kelahirannya di Babylonia dan migrasinya ke Mesir. Banyak yang berpendapat bahwa sejarah ini mirip dengan perpindahan astrologi yang lahir di Babylonia dan kemudian menyebar ke Mesir. Meski begitu, para cendekiawan muslim banyak yang menentang pandangan ini. 

Bantahan terhadap Astrologi
Ibnu Taimiyyah berkata: “Astrologi yakni yang berkenaan dengan mempelajari posisi dan aspek dari benda langit dengan keyakinan bahwa hal itu memiliki pengaruh pada peristiwa alam di bumi dan urusan manusia adalah dilarang dalam Al-Qur'an, Sunnah, dan dengan kesepakatan para ulama. Bahkan, Astrologi dinyatakan terlarang oleh seluruh Nabi Allah. ”

Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, berkata: “Astrologi adalah sejenis perdukunan dan ramalan. Hal ini terlarang kerana berlandaskan ilusi, bukan pada fakta ilmiah. Tidak ada hubungannya antara pergerakan dari benda-benda langit dengan apa yang terjadi di muka bumi. ”

Diyanet Vakfi-yang didukung oleh pemerintahan Turki- yang mewakili pandangan Sunni, juga menyatakan perbedaan antara astronomi dan Astrologi, dan menyatakan bahwa Astrologi dipengaruhi oleh adat Arab yang non-Islam, khususnya Astrologi Sabaean dan Hindu. Ilmu Astrologi dipandang sebagai tidak ilmiah dan kondusif dari pandangan manusia tak berdaya dalam menghadapi kekuatan alam. Sayangnya, dalam masyarakat awam, astrologi adalah populer, dengan kebanyakan surat kabar menampilkan kolom astrologi. 

Astrologi Merupakan Bagian Dari Syirik
Mayoritas kalangan cendekiawan muslim berpendapat bahwa muslim dilarang untuk belajar atau mengajarkan astrologi, terutama astrologi murni mengandung muatan syirik. Menurut para cendekiawan, Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap astrologi merupakan bagian sihir, dimana melanggar hukum Islam. Firman yang menjadi dasar hukum pelarangan melakukan perbuatan sihir terdapat pada Al-quran surat Al-Baqarah ayat 102:

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’ … “

Beberapa prinsip astrologi juga ditentang oleh astronom muslim di era abad pertengahan. Menurut mereka, astrologi masih belum terbukti secara ilmiah dan bertentangan dengan ajaran Islam. Tetapi pertentangan ini terkait cabang keilmuan astrologi dibanding prinsip alami yang terdapat di dalamnya. 

Menurut Ibnu Sina, memang benar bahwa setiap planet memiliki pengaruh terhadap bumi, namun ia menganggap bahwa para ahli astrologi belum mampu menentukan pengaruh tersebut secara pasti, atau eksak. Meski begitu, Ibnu Sina tidak menentang akan berlakunya beberapa fenomena Astrologi. Ia menolak astrologi sebagai ilmu pengetahuan karena kapasitas manusia yang masih terbatas untuk mengetahui efek pasti dari benda langit terhadap apa yang terjadi di bumi, terutama nasib kita secara personal. 

Astrologi sejauh ini telah diputuskan sebagai haram oleh kebanyakan pemuka agama Islam. Astronomi memang telah dikenal masyarakat Arab sejak lama. Namun, ketika telah terkait dengan bahasan astrologi, belum terbukti adanya hubungannya antara gerakan bintang hingga mempengaruhi kehidupan seseorang. Baik para astronom maupun cendekiawan muslim menolak ramalan menggunakan ilmu astrologi. 

RUMUSAN
Dengan itu, dapatlah kita simpulkan bahawa ilmu pengetahuan amat penting dalam kehidupan seorang muslim. Astrologi merupakan salah satu bidang di dalam Islam. Meskipun astrologi masih menjadi perdebatan antara dua kubu yang menganggap astrologi sebagai perbuatan syirik atau sah. Semoga dengan niat kita yang ikhlas untuk mempelajari sesuatu ilmu, kita dijauhi dari perbuatan syirik. 

Semestinya, Allah tidak menjadikan sesuatu dengan sia-sia. Manusia haruslah menggunakan nikmat pemberian Allah dengan bijaksana dan digunakan ke jalan-Nya. Kita sebagai umat manusia haruslah tidak mensyirikkan Allah Subhanahu wa ta’ala dengan menyalahgunakan nikmat pemberian-Nya. Akhir sekali, Al-quran merupakan sumber ilmu seperti contoh kejadian bintang-bintang diceritakan di dalam Al-quran. 

RUJUKAN
Ali, H. A. (2005). Ensiklopedia Pendidikan Sains dalam Al Quran. Kuala Lumpur: Emedia Publication. 
Amirullah, P. D. (1982). Tafsir Al Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong. 
Mulkan, H. J. (2001). Al Quran dan Sains. Kedah: Pustaka Darussalam Sdn Bhd. 
Ust. Mohammad Zainal Abidin Al Hafidz, U. M. (2007). Al Quran dan Terjemahan. Kuala Lumpur: Percetakan Zafar Sdn. Bhd. 


Ustaz Abd Aziz bin Harjin
Pensyarah Tamadun Islam
Universiti Teknologi MARA Perlis
013-400-6206, 011-1070-4212
http://abdazizharjin.blogspot.com

1 comment: