Monday, October 12, 2015

Tajuk: Interaksi Islam Dengan Yahudi; Kesan Positif Dan Negatif

Pengenalan
Apakah Yahudi?
Yahudiah merupakan kepercayaan yang unik untuk orang/bangsa Yahudi (penduduk negara Israel mahupun orang Yahudi yang bermukim di luar negeri). Tujuan utama kepercayaan penganut agama Yahudi adalah wujudnya Tuhan yang Maha Esa, pencipta dunia yang menyelamatkan bangsa Israel dari penindasan di Mesir, menurunkan undang-undang Tuhan (Torah) kepada mereka, dan memilih mereka sebagai cahaya kepada manusia sedunia. 

Kitab agama Yahudi telah menuliskan bahawa Tuhan mereka telah membuat perjanjian dengan Abraham bahawa dia, dan cucu-cicitnya akan diberi rahmat apabila mereka selalu beriman kepada Tuhan. Perjanjian ini kemudian diulangi oleh Ishak dan Yakub. Dan karana Ishak, dan Yakub menurunkan bangsa Yahudi, maka mereka meyakini bahwa merekalah bangsa yang terpilih. Penganut Yahudi dipilih untuk melaksanakan tugas-tugas, dan tanggung jawab khusus, seperti mewujudkan masyarakat yang adil, dan makmur, dan beriman kepada Tuhan. Sebagai balasannya, mereka akan menerima cinta serta perlindungan Tuhan. Tuhan kemudian menganugerahkan mereka Sepuluh Perintah Allah melalui pemimpin mereka, Musa. 
Sinagoga merupakan pusat masyarakat serta keagamaan yang utama dalam agama Yahudi, dan Rabi adalah sebutan bagi mereka yang pakar dalam hal-hal keagamaan. 

Apakah Islam?
Perkataan Islam berasal dari bahasa arab yang bermaksud sejahtera, aman, harmoni dan dirujuk dari istilah memberi maksud menyerahkan diri kepada Pencipta yang Maha Berkuasa dengan mentauhidkannya dengan penuh kenyakinan serta melaksanakan segala suruhannya dan meninggalkan larangannya. 

Maksud Islam ialah agama ciptaan Allah yang lengkap lagi sempurna dengan segala peraturan dan undang-undang yang merangkumi penyusunan kehidupan manusia, baik yang mengenai orang perseorangan, kekeluargaan, kemasyarakatan dan kenegaraan sekaligus menghubungkan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam sejagat bagi menjamin kesejahteraan, keselamatan, kesempurnaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 

Islam sebagai “Ad-Dinn” mengajar dan menyuruh umatnya berpandangan jauh dengan mengambil kira kepentingan dunia dan akhirat secara seimbang dan seiring. Islam memberi perhatian kepada kepentingan jasmani sama diberi kepada kepentingan rohani, agama dan kemajuan di dunia dan akhirat. 

Interaksi Antara Islam dan Yahudi
Sementara kita berbicara tentang agama atau bangsa Yahudi, kita tidak akan terlepas dari agama atau bangsa Nasrani. Kedua masyarakat komunitas ini dan beberapa kelompok lainnya sering disebut secara bersama dalam Al-Qur’an dengan istilah ahl al-kitab. Ahli Kitab merupakan salah satu perkara yang diungkapkan Al-Qur’an, yang disebut sebanyak tiga puluh satu kali dalam berbagai ayat dan surat. Ahli Kitab adalah salah satu segi ajaran Islam yang sangat khas dengan konsep yang memberi pengakuan tertentu kepada penganut agama lain yang memiliki kitab suci. (Nurcholish Madjid, 1995: 69). 

Pengakuan ini bukan bererti bahawa semua agama adalah sama –suatu hal yang mustahil, mengingat kenyataannya agama yang ada adalah berbeza dalam banyak hal yang prinsipal, tetapi memberikan pengakuan keatas hak masing-masing untuk berada dengan kebebasan beragama, sesuai dengan Islam bahawa tidak ada paksaan dalam beragama. Al-Yahuud (Yahudi) merupakan kata yang banyak disebut dalam Al-Qur’an. Secara umum, kitab suci Islam ini menggunakan kata Al-Yahuud berkali-kali, dengan maksud sebagai kecaman atau gambaran negatif tentang mereka. 

Hal ini nampak jelas dalam beberapa ayat Allah yang menegaskan ketidakrelaan orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap kaum muslim sebelum mengikuti jejak mereka (QS. Al-Baqarah, 2: 120): “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. 

Atau pengakuan mereka, bahwa orang Yahudi dan Nasrani adalah putra-putra dan kekasih Allah Subhanahu wa ta’ala . (QS, Al-Ma’idah, 5: 18): “ Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami Ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka Mengapa Allah menyiksa kamu Karena dosa-dosamu?" (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu). ”

Atau Pernyataan orang Yahudi bahwa “tangan Allah terbelenggu (kikir). (QS. Al-Ma’idah, 5: 64): “Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila'nat disebabkan apa yang Telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; dia menafkahkan sebagaimana dia kehendaki. dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. ”

Atau adanya kebencian orang Yahudi terhadap kaum Muslim (QS. Al-Ma’idah, 5: 82): “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. dan Sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami Ini orang Nasrani". yang demikian itu disebabkan Karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) Karena Sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. ”

Selain sebagai komunitas, istilah Yahudi dan Nasrani sering dikenali sebagai agama yang tentu saja memiliki rujukan kepada kitab suci. Kedua komunitas agama ini memiliki kitab suci yang jelas dan berbeza: Taurat sebagai kitab suci Yahudi dan Injil sebagai kitab suci Nasrani. 

Dalam pandangan kaum muslim, agama yang dianut kaum Yahudi dan Nasrani dianggap sebagai pendahulu agama mereka. Dan bahkan, kehadiran agama Islam bagi kaum muslim sebagai kelanjutan, pembetulan, dan penyempurnaan bagi agama mereka. Hal ini dipertegas Firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang menyebutkan, bahawa Al-Qur’an datang untuk memberikan pembenaran dan sekaligus melakukan pembetulan terhadap sebahagian ajaran kaum Yahudi dan Nasrani. 

QS. Ali Imran (3) ayat 3: “Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan Sebenarnya; membenarkan Kitab yang Telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. ”

QS. Al-Ma’idah (5) ayat 48: “Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu. ”

QS Al-An’am, (6) ayat 92: “ Dan Ini (Al Quran) adalah Kitab yang Telah kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya. ”

Al-Qur’an juga menjelaskan, Nabi Isa sebagai Nabi dan rasul-Nya, serta pembawa kaum Nasrani pernah mengajak kaum Yahudi untuk mengikuti ajaran-ajaran yang terkandung dalam Injil. Sebab mereka yakin bahawa ajaran-ajaran dalam Injil merupakan kelanjutan dari ajaran Taurat yang dibawa Nabi Musa as. 

Kaum Nasrani juga menggambarkan tentang datangnya seorang Nabi, yaitu Nabi Muhammad Saw yang menyempurnakan agama kedua komunitas tersebut (QS. Ash-Shaf (61) ayat 6). Dengan demikian nampak jelas, bahawa kehadiran agama-agama Samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam) ditengah-tengah umat manusia berlangsung dan diterima secara beransur-ansur. Begitu pula dengan adanya penegasan yang otentik dari Al-Qur’an, bahwa Tuhan umat Islam dan Tuhan ahli Kitab adalah tidak berbeza. Penegasan ini mucul setelah didahului dengan pesan bahawa janganlah kaum muslim berbantah dengan mereka, melainkan dengan cara yang lebih baik, kecuali terhadap mereka yang zalim (QS. Al-‘Ankabut (29) ayat 46), (QS. Asy-Syura’ (42) ayat 15). 

Penjelasan Al-Qur’an ini membuktikan bahawa agama Ahli Kitab berkesinambungan akidah dan sumber yang sama denga Islam. Nabi Musa as dan Nabi Isa as beserta kitab-kitab sucinya pun dimasukkan sebagai bahagian dari keimanan bagi umat Islam. Mengingkari kewujudan Musa dan Isa sebagai Nabi dan Rasul-Nya serta Taurat dan Injil sebagai kitab-kitab suci-Nya maka keimanan seseorang dapat dinyatakan tidak sempurna dan bahkan dapat dikategorikan sebagai keluar dari Islam (Kufur). Islam bahkan memberikan keistimewaan khusus kepada agama Yahudi dan Nasrani. Kehormatan yang diberikan Islam kepada Yahudi dan Nasrani bukanlah sekadar biasa-biasa, tetapi merupakan suatu pengakuan terhadap keberadaan dan kebenaran kedua agama tersebut. Dan bahkan kedudukan sah Yahudi dan Nasrani tidak hanya bersifat sosio-politik, kultural ataupun peradaban, tetapi juga bersifat keagamaan—seperti diakui sendiri oleh Al-Qur’an. Tegasnya, kedua agama ini menduduki posisi yang distingtif dalam ajaran Islam itu sendiri (Azra, 1999: 34). Dengan demikian jelas dan wajar bila Islam mengakui hak hidup orang agama lain dan membenarkan ajaran-ajaran agama masing-masing. Disinilah letaknya dasar ajaran Islam mengenai toleransi (Tasaamuh) beragama. 

Kesan Positif Interaksi Islam dan Yahudi

 Hak masyarakat Yahudi diberi jaminan perlindungan dalam Piagam Madinah yang digubal oleh Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam . sendiri. 

Piagam Madinah merupakan perlembagaan bertulis pertama yang diwujudkan oleh Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu peraturan atau sistem perundangan untuk mentadbir Madinah. Baginda telah menggunakan pendekatan konsep Wasatiyyah atau kesederhanaan untuk membentuk perlembagaan tersebut yang dikira dapat membentuk sebuah masyarakat yang bersatu padu walaupun dianggotai masyarakat yang berbeza agama dan budaya. Hasil kajian menunjukkan bahawa Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan pendekatan Wasatiyyah atau kesederhanaan dalam membina Piagam Madinah bagi memberi hak dan keadilan yang sewajarnya kepada penduduk yang menganggotai Madinah. 

Keselamatan orang bukan Islam (khususnya Yahudi) terjamin selagi mereka mematuhi Perlembagaan Madinah. Pada mulanya, orang Yahudi berminat ke atas Madinah. Atas kesedaran ini, Piagam Madinah juga menitikberatkan dan menjamin kebebasan kaum Yahudi dan kaum-kaum lain. Cara ini dapat mengelakkan kaum Yahudi menyebarkan agama mereka di Madinah di samping menghindari permusuhan di antara mereka. Mereka yang mematuhi perlembagaan ini akan diberi jaminan perlindungan dan keselamatan (Mahayudin t. th. : 123). Hal ini telah tertulis dalam Piagam Madinah melalui Fasal 47 iaitu: “bahawa sahifah ini tidak boleh digunakan bagi melindungi orang-orang zalim dan berdosa (bersalah), bahawa (dari saat ini) sesiapa (di antara anggotanya) keluar dari kota Madinah atau menetap di dalamnya adalah terjamin keselamatannya kecuali orang-orang yang zalim dan berdosa (bersalah). Sesungguhnya Allah melindungi orang-orang yang membuat kebajikan dan bertakwa, dan sesungguhnya Muhammad adalah Pesuruh Allah”. Berdasarkan fasal yang terbentuk dalam Piagam Madinah tersebut memberi panduan dan landasan bagi semua penduduk Madinah untuk memperoleh sistem perjalanan hidup yang lebih baik tanpa mengabaikan prinsip-prinsip Islam. Baginda mengaplikasikan konsep Wasatiyyah melalui perlembagaan tersebut dengan pendekatan yang adil, seimbang dan terbaik. 

 Tempat-tempat peribadatan kaum ini diberi perlindungan, malah penganut agama Yahudi bebas mengamalkan agama mereka tanpa sebarang ketakutan. Pengiktirafan hak agama-agama bukan Islam untuk mengamalkan agama mereka selagi mereka tidak mengganggu atau menceroboh Islam atau masyarakat Muslim merupakan salah satu prinsip yang penting dalam sistem keadilan Islam. 

Masyarakat Madinah bebas mengamalkan agama mereka masing-masing. Hal ini kerana Madinah terdiri daripada lain-lain agama dan mereka tidak akan terikat untuk menjalankan kebudayaan kehidupan mereka selagi tidak bertentangan dengan agama (Abdul Rahman 2007: 92). Ini merupakan langkah bijak dan prihatin yang diambil oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyatupadukan rakyat yang sebelumnya hidup dalam kegelapan dan kucar-kacir. Hal sedemikian telah disebut dalam Fasal 25 : “bahawa kaum Yahudi dari Bani „Auf adalah satu umat bersama orang-orang beriman, mereka (orang Yahudi) dengan agama mereka dan kaum Muslimin dengan agama mereka, begitu juga dengan orang-orang yang bersekutu dengan mereka, kecuali orang-orang yang zalim dan berbuat dosa maka hal ini akan menimpa diri dan keluarga mereka”. Masyarakat Madinah bebas menganut dan mengamalkan agama dan adat istiadat masing-masing tanpa sekatan. Kebebasan itu meliputi kebebasan diri, kebebasan beragama, kebebasan berfikir dan bersuara, kebebasan beramal, kebebasan bekerja dan sebagainya. Jaminan kebebasan ini meliputi segala aspek kehidupan selagi tidak bercanggah dengan syariat Islam. Tiada paksaan dalam kepercayaan seseorang adalah antara perkara yang disetujui oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaih wa sallam dalam Piagam Madinah. Orang Yahudi tidak boleh memaksa penduduk Madinah untuk menganut agama mereka. Orang Yahudi tidak boleh menindas golongan yang lemah. Mereka yang mematuhi perlembagaan, akan diberi jaminan perlindungan dan keselamatan. Tujuannya supaya kaum Yahudi tidak menyebarkan agama mereka di Madinah dan mengelakkan permusuhan sesama sendiri. 

 Selain bebas mengamalkan agama masing-masing, beberapa individu Yahudi diberi kepercayaan menduduki tempat-tempat tinggi dalam pentadbiran kerajaan Islam, terutamanya di bumi Andalusia (Sepanyol). Penulis dan sarjana dan kalangan masyarakat Yahudi terus memberi sumbangan kepada perkembangan tamadun Islam. 
Individu Yahudi telah mendapat kedudukan tinggi dalam pentadbiran. Contohnya, dalam kerajaan Abbasiah tokoh-tokoh dari kaum Yahudi telah memberikan sumbangan mereka dalam penterjemahan buku-buku Greek ke bahasa Arab. 

Kesan Negatif Interaksi Islam Dengan Yahudi
Dari Sudut Ekonomi
 Orang-orang Yahudi telah menghalalkan unsur-unsur khurafat, propaganda dan Isra’iliyyat mereka terhadap sistem ekonomi umat Islam. Mereka menimbulkan keraguan tentang kewujudan sistem ekonomi di dalam Islam. 

Kaum Yahudi telah menguasai bidang ekonomi dan menyebarkan banyak daripada unsur-unsur khurafat, propaganda, dan batil terhadapnya serta meracuni kehidupan berekonomi. Mencemari dan merosakkannya. Tindakan yang mereka lakukan itu adalah untuk mengekalkan penguasaan mereka terhadap ekonomi dunia, harta benda serta hasil sumber di Negara-negara lain. Sesungguhnya mereka sudah mencapai maksud yang diinginkan melalui gerakan Isra’iliyyat moden tersebut dengan mempergunakan sumber-sumber ekonomi dunia, mengawal perjalanannya serta menguasainya untuk member khidmat, keuntungan dan bagi memenuhi kantung mereka. Orang – orang Yahudi telah menghalalkan unsure-unsur khurafat, propaganda dan Isra’iliyyat mereka terhadap system ekonomi umat Islam. Mereka menimbulkan keraguan tentang kewujudan system ekonomi di dalam Islam dan mengingkari adanya hubung kait antara Islam dan ekonomi bahkan menghubungkan ekonomi dengan riba dan menjadikan riba penting dalam ekonomi dunia dan mengumpulkan harta sebagai matlamat. Mereka beranggapan pernigaan merupakan “kepintaran” serta mengharuskan rasuah, perjudian dan rompakan. 

 Dari sudut politik

 Orang-orang Yahudi bekerja keras untuk menyebarkan fahaman khurafat. Mereka mengingkari kewujudan sistem politik dalam Islam bahkan mereka menganggap kewujudannya sebagai suatu khayalan atau fantasi. 

Orang Yahudi dan penyebar-penyebar Isra’iliyyat mensasarkan fahaman Isra’iliyyat mereka dalam politik bermatlamat untuk merosakkan kehidupan berpolitik dan mengembangkan fahaman mereka tersebut di pelbagai Negara. Orang Yahudi ingin merosakkan kehidupan berpolitik dan mengubah pengertian kerajaan, kepimpinan, dan pemerintahan dari dasar yang sebenar, melalui jalan menyebarkan fahaman khurafat dan mengelirukan kerana mereka menyedari aspek itu terhadap masyarakat antarabangsa, tidak kira pemerintah mahupun rakyat yang diperintah serta kesan yang merosakkannya dengan merosakkan kehidupan mereka keseluruhannya. Politik ialah mentadbir manusia kearah kebaikan, kamu berkata “Pemimpin itu mentadbir bangsa dengan penuh pentadbiran mereka. ” Mereka menolak seruan politik dengan mengingkari kewujudan system politik dalam Islam bahkan mereka manganggap kewujudannya sebagai satu khayalan dan fantasi belaka. Pengikut – pengikut sistem perundangan jahiliyyah, golongan yang berpura-pura dengannya menyebarkan kata-kata mereka kepada umat manusia, “Apakah hubungan kaitanya antara Islam dan politik?” Mereka menyebarkan propaganda iaitu kalaulah Islam dilaksanakan dalam kehidupan berpolitik maka manusia akan kembali ke zaman kegelapan dan kemunduran serta menghapuskan segala kejayaan dan pencapaian yang pernah dikecapi umat Islam, Islam harus memberikan kebebasan kepada umatnya dalam memilih apa yang sesuai bagi mereka kerana tindakan itu amat bertepatan dengan zaman moden sekarang ini dan tidak memaksa mereka dengan system politik tertentu kerana ia (Islam) tidak menumpukan perhatian dengan bidang tersebut dan susungguhnya perlaksanaan Islam dalam kehidupan berpolitik masa kini bagi umat Islam membawa mereka kepada kezaliman, keganasan dan fundamental. 

Dari sudut kemasyarakatan

Pelapor gerakan Yahudi menyebar isu hubungan kabilah (berpuak) sebagai asas perhimpunan ahli keluarga atau kabilah. Mereka menyingkirkan hubungan keislaman dalam pertemuan dan perhimpunan individu-individu masyarakat Islam bahkan menganggap hubungan inilah yang menyebabkan perpisahan kebangsaan yang disemai kukuh oleh hubungan kabilah antara masyarakat. 

Segala teori-teori pemikiran Durkayen berasaskan Yahudi mengahapuskan peranan agama dan akhlak dalam mewujudkan serta membentuk keperibadian seseorang untuk menyemai asas – asas nilai murni dan budaya masyarakat. Dia menganggap bahawa suara majoriti dalam sesebuah masyarakat itu adalah faktor terpenting dan bertanggungjawab memberikan pengaruh yang besar dalam hal itu. Pelapor gerakan Yahudi menyebar isu hubungan kabilah (berpuak) sebagai asas perhimpunan ahli keluarga atau kabilah. Mereka menyingkirkan hubungan keislaman dalam pertemuan dan perhimpunan individu-individu masyarakat Islam bahkan menganggap hubungan inilah yang menyebabkan perpisahan kebangsaan yang disemai kukuh oleh hubungan kabilah antara masyarakat. Mereka menyingkirkan hubungan keislaman dalam pertemuan dan perhimpunan individu – individu masyarakat Islam bahkan menganggap hubungan inilah asas atau punca berlakunya perpisahan dan perpecahan kebangsaan yang disemai kukuh oleh puak kabilah atau negeri kaum sesame individu. Faham Isra’iliyyat tersebut menyebarkan prinsip berdasarkan neraca (timbangan), nilai – nilai dan kayu ukur masyarakat jahiliyyah yang batin yang menjadikannya sebagai asas bagi timbangan peribadi dan harga seorang individu serta kayu ukur kedudukan mereka di dalam masyarakat jahiliyyah. Mereka menilai manusia melalui harta dan perolehan bank serta keuntungan perniagaan ataupun pangkat, kekuasaan, pemerintahan dan pengaruh. 

Kesimpulan

Konklusinya, persaudaraan (ukhwwah) merupakan asas kepada kesatuan umat manusia dalam sesebuah entiti masyarakat. Nilai seseorang itu bukan bergantung kepada bangsa, warna kulit, keturunan, pangkat atau hartanya, tetapi diukur berasaskan ketinggian budi pekerti yang terpuji. Dalam kerangka persaudaraan ini, interaksi sosial sesama manusia perlu mengikut adab-adab yang telah digariskan oleh Islam. Bagi mencerminkan persaudaraan menurut lunas-lunas syara’ maka konsep persaudaraan ini perlu didasari dengan ikatan akidah yang luhur dan mantap. 

Oleh yang demikian, konsep persaudaraan yang berteraskan ikatan rabbani menjadi asas dan jalan yang efektif kepada perpaduan seluruh umat Islam. Ini kerana, ikatan rabbani bersifat universal dan bersifat kualitatif tanpa mengira perubahan masa dan zaman. Pada zaman pemerintahan Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam , Baginda telah berjaya membentuk satu masyarakat yang bersatu padu dan harmoni antara masyarakat Islam dan bukan Islam. Baginda telah memainkan peranan penting dalam mengimbangi hubungan intergrasi yang bersepadu antara masyarakat Islam dengan kaum Yahudi dan Nasrani. 

Antara objektif konsep persaudaraan ini adalah bagi memenuhi konsep saling lengkap melengkapi (simbiosis) sesama insan dalam suasana yang harmoni. Sekiranya dibuka lipatan sejarah permulaan Islam, dinukilkan konsep persaudaraan yang ditunjukkan oleh golongan Ansar dan golongan Muhajirin sewaktu peristiwa Hijrah Kubra. Peristiwa ini perlu dihayati dan diperhalusi dalam membentuk kerangka prinsip persaudaraan oleh masyarakat Islam kini. Kepentingan konsep persaudaraan sangat ditekankan kepada umat manusia dalam mengimbangi tuntutan hablu min al-Allah (hubungan dengan Allah) dan hablu minannas (hubungan sesama manusia). 

Justeru itu, sekiranya manusia menghayati konsep persaudaraan yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam , maka ia akan melahirkan sebuah peradaban manusia yang unggul. Sebagai natijahnya, ia akan membentuk masyarakat yang bersatu padu dan akhirnya akan membentuk bangsa yang kuat. Antara sebab kejatuhan kegemilangan tamadun silam adalah disebabkan tidak ada kesatuan sesama Islam. Umat Islam pada ketika itu, dibelenggu dengan krisis sentimen aliran mazhab. Masing-masing cuba menonjolkan kewibawaan pendapat pelopor mazhab yang didokong, dan akhirnya wujud bibit-bibit perpecahan sehingga mengeruhkan perpaduan di kalangan umat Islam. Sebaliknya, perselisihan pendapat di kalangan para ulama’ satu rahmat, bagi umat Islam namun disalah tafsirkan sehingga meniupkan api ekstrimis sehingga boleh mencetuskan perpecahan. 


Ustaz Abd Aziz bin Harjin
Pensyarah Tamadun Islam
Universiti Teknologi MARA Perlis
013-400-6206, 011-1070-4212
http://abdazizharjin.blogspot.com

No comments:

Post a Comment