Monday, October 12, 2015

Kepakaran Ibnu Al-Syathir Dalam Astronomi Dan Matematik

Oleh : Nurul Suhailah Binti Mohamad Radzi 2014255626

PENDAHULUAN

Biografi Ibnu Al-Syathir 1
Nama lengkapnya adalah Alauddin Ali bin Ibrahim bin Muhammad bin Hasan al-Anshari al-Muaqqit al-Falaki ad-Dimasyqi. Beliau dikenali dengan nama Ibnu Al-Syathir.Semasa mudanya, beliau bekerja melubangi kayu dengan gading.Beliau lahir pada tahun 1304 dan pandai dalam bidang ilmu astronomi dan matematika. Selain itu, beliau juga dikenali dengan nama Al Muththa’am Al Falaki, kerana pada masa mudanya beliau berpotensi melubangi kayu dengan gading. Ibnu Al-Syathir dilahirkan pada tahun 704 H (1304 M) dan wafat pada tahun 777 H (1275 M) dalam usianya yang ke-73 tahun. Pada masa hidupnya beliau pernah menjadi muazzin di Masjid Umawi yang terletak di Damaskus, kemudian menjadi muaqqit (penentu waktu solat) dan mengetuai para muazzin.

Pendidikannya
Ibnu Al-Syathir mempelajari ilmu astronomi dan matematika daripada seorang ahli Astronomi Damaskus, Abu Hasan bin Husein bin Ibrahim bin Yusuf Al-Syathir. Abu Hasan adalah sepupu dari ayah Ibnu Asy-Syathir. Kemudiannya beliau telah mengembara ke beberapa negara lain untuk memperdalami ilmu, seperti ke Syam dan Mesir. Beliau banyak mempelajari karya-karya asli astronomi pendahulunya seperti Ath-Thusi, Umar Al-Khayam, Hasan bin Al-Haitam, dan Quthubuddin Asy-Syairazi.

Idea Ibnu Al-Syathir tentang planet bumi mengelilingi matahari telah menginspirasi Copernicus. Akibatnya, Copernicus dimusuhi gereja dan dianggap pengikut iblis. Demikian juga Galileo, yang merupakan pengikut Copernicus, secara rasmi dipinggirkan oleh Gereja Katolik dan dipaksa untuk bertaubat, namun dia menolak. Ibnu Al-Syathir merombak kembali Teori Geosentris yang dicetuskan Claudius Ptolemaeus atau Ptolemy (90 SM– 168 SM). Secara matematis, Al-Syathir memperkenalkan epicycle yang rumit (sistem lingkaran dalam lingkaran). Al-Syathir mencuba menjelaskan bagaimana gerak merkurius jika bumi menjadi pusat alam semestanya dan merkurius bergerak mengitari bumi.

Model bentuk Merkurius Ibnu al-Syathir menunjukkan penggandaan dari epicycle menggunakan Tusi-couple, sehingga menghilangkan eksentrik dan equant teori Ptolemaic. Menurut George Saliba dalam karyanya A History of Arabic Astronomy: Planetary Theories During the Golden Age of Islam, Kitab Nihayat al-Sul fi Tashih al-Usul, merupakan risalah astronomi Ibnu Al-Syathir yang paling penting

Dalam kitab itu, secara drastisnya mereformasi model matahari, bulan, dan planet Ptolemic. Dengan memperkenalkan sendiri model non-Ptolemic yang menghapuskan epicycle pada model matahari, yang menghapuskan eksentrik dan equant. Dengan memperkenalkan epicycle ekstra pada model planet melalui model Tusi-couple, dan yang menghilangkan semua eksentrik, epicycle dan equant di model bulan, " jelas Saliba.

Model Ibnu Al-Syathir untuk penampilan Merkurius, menunjukkan kebanyakan epicycles menggunakan Tusi-couple, menghilangkan eksentrik dan equant teori Ptolemaic. Sebelumnya, aliran Maragha hanya berpandukan pada model yang sama dengan model Ptolemaic. Model geometris Ibnu Al-Syathir merupakan karya pertama yang benar-benar unggul daripada model Ptolemaic kerana modelnya ini lebih baik sesuai dengan pengamatan empiris. Ibnu Al-Syathir juga berhasil melakukan pemisahan filsafat alam dari astronomi dan menolak model empiris Ptolemic dibanding filsafat dasar. Tidak seperti astronomer sebelumnya, Ibnu Al-Syathir tidak peduli dengan mempertahankan teori prinsip kosmologi atau filsafat alam (atau fisika Aristoteles), melainkan untuk memproduksi sebuah model yang lebih konsisten dengan pengamatan empiris.

Modelnya menjadi lebih baik sesuai dengan pengamatan empiris daripada model-model sebelumnya yang diproduksi sebelumnya. Saliba menambahkan karyanya tersebut menjadi karya penting dalam astronomi, yang dapat dianggap sebagai sebuah "Revolusi ilmiah sebelum Renaissance".

Dalam membuat model barunya tersebut, Ibnu Al-Syathir melakukan pengujian dengan melakukan pengamatan empiris. Tidak seperti astronomer sebelumnya, Ibnu Al-Syathir umumnya tidak keberatan terhadap falsafah astronomi Ptolemaic, tetapi ia ingin menguji seberapa jauh teori Ptolemy sesuai dengan pengamatan empirisnya.

Dia menguji model Ptolemaic, dan jika ada yang tidak sesuai dengan pengamatannya, maka ia akan merumuskan sendiri model non-Ptolemaic pada bahagian yang tidak sesuai dengan pengamatannya. Pengamatannya yang akurat membuatnya yakin untuk menghapuskan epicycle dalam model matahari Ptolemaic.

Ibnu Al-Syathir juga merupakan astromer pertama yang memperkenalkan percubaan dalam teori planet untuk menguji model dasar empiris Ptolemaic. Saat menguji model matahari Ptolemaic, Ibnu al-Syathir memaparkan ''pengujian nilai Ptolemaic untuk bentuk dan ukuran matahari dengan menggunakan pengamatan gerhana bulan." "Karyanya tentang percubaan dan pengamatannya memang telah musnah, namun buku The Final Quest Concerning the Rectification of Principles adalah milik Al-Syathir, '' ujar Saliba.

Kontribusi Al-Syathir dalam Bidang Teknik

Ibnu Al-Syathir berhasil menciptakan banyak alat yang dipergunakan untuk
memantau bintang dan yang dipakai dalam pengukuran dan penghitungan. Di
antaranya ada yang berupa jam matahari dan tembaga, perempatan tinggi dan perempatan penuh yang dipakai untuk menyelesaikan permasalahan ilmu perbintangan yang dapat mengantarkan kita kepada hasil yang diinginkan, dan astrolabe.

* Jam Astrolabe
David A King dalam bukunya bertajuk The Astronomy of the Mamluks menjelaskan bahawa Ibnu Al-Syathir menemukan jam astrolabe pertama di awal abad ke-14 M.

Astrolabe adalah instrumen astronomi zaman dahulu yang digunakan oleh astronomer, navigator, dan astrolog pada era klasik. Astrolabe banyak digunakan untuk menentukan lokasi dan menyelidiki posisi matahari, bulan, planet, dan bintang, menentukan waktu lokal dengan mengetahui letak bujur dan letak lintang, serta triangulasi. Pada era Islam abad pertengahan, astrolabe terutamanya digunakan untuk mempelajari astronomi, navigasi, survei, penentu waktu, solat, serta menentukan arah kiblat.

Sebuah Risalah menjelaskan pentingnya Astrolabe oleh Nasir al-Din al-Tusi

* Jam Matahari
Menurut catatan sejarah, sundial atau jam matahari merupakan jam tertua dalam peradaban manusia. Jam ini telah dikenal sejak tahun 3500 SM. Pembuatan jam matahari di dunia Islam dilakukan oleh Ibnu al-Syathir, seorang ahli Astronomi Muslim ( 1304-1375 M). "Ibnu al-Syathir merakit jam matahari yang bagus sekali untuk menara Masjid Umayyah di Damaskus, " ujar David A King dalam karyanya bertajuk The Astronomy of the Mamluks.

Berkat penemuannya itu, beliau kemudian dikenali sebagai muaqqit (pengatur waktu ibadah) pada Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah. Jam yang dibuat Ibnu al-Syathir itu masih tergolong jam matahari kuno yang didasarkan pada garis jam lurus. Ibnu al-Syathir membahagi waktu dalam sehari dengan 12 jam, pada musim dingin waktu pendek, sedangkan pada musim panas waktu lebih panjang. Jam mataharinya itu merupakan polar-axis sundial paling tua yang masih tetap eksis hingga kini.

"Jam mataharinya merupakan jam tertua polar-axis sundial yang masih ada. Konsep kemudian muncul di Barat jam matahari pada 1446, " ungkap Jones, Lawrence dalam karyanya "The Sundial And Geometry".

* Kompas
David A.King mengatakan Ibnu al-Syathir juga menemukan kompas, sebuah perangkat pengatur waktu yang menggabungkan jam matahari dan kompas magnetis pada awal abad ke-14 M.

* Instrumen Universal
Ibnu al-Syathir menjelaskan instrumen astronomi lainnya yang disebut sebagai "instrumen universal''. Penemuan Al-Syathir ini kemudian dikembangkan seorang astronomer dan rekayawasan legendaris di era kekhalifahan Turki Usmani, Taqi al-Din. Instrumen itu digunakan di observatorium al-Din Istanbul 1577-1580 M

Kegemilangan Observatorium Ulugh Beg
 Observatorium pertama di dunia dibangunkan oleh astronomi Yunani bernama Hipparcus (150 SM). Namun, di mata ahli astronomi Muslim abad pertengahan, konsep observatorium yang dilahirkan Hipparcus itu jauh dari memadai. Sebagai buktinya, para sarjana Muslim juga membangunkan observatorium yang lebih moden pada zamannya.

Sejumlah astronomi Muslim yang dipimpin oleh Nasir al-Din al-Tusi berhasil membangunkan observatorium astronomi di Maragha pada 1259 M. Observatorium itu dilengkapi perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400 ribu judul. Observatorium Maragha juga telah melahirkan sejumlah astronomi terkemuka seperti, QuIb al-Din al-Shirazy, Mu'ayyid al-Din al-Urdy, Muiyi al-Din al-Maghriby, dan banyak lagi.

Ahli astronomi Barat, Kevin Krisciunas dalam tulisannya berjudul The Legacy of Ulugh Beg mengungkapkan, observatorium teragung yang dibangunkan oleh sarjana Muslim adalah Ulugh Beg. Observatorium itu dibangunkan oleh seorang penguasa keturunan Mongol yang bertakhta di Samarkand bernama Muhammad Taragai Ulugh Beg (1393-1449).

Penarikan Ulugh Beg dalam astronomi bemula, ketika dia mengunjungi Observatorium Maragha yang dibangunkan oleh ahli astronomi Muslim terkemuka, Nasir al-Din al-Tusi, " tutur Krisciunas. Geliat pengkajian astronomi di Samarkand mulai berlangsung pada tahun 1201. Namun, aktivitas astronomi yang sesungguhnya di wilayah kekuasaan Ulugh Beg mulai terjadi pada 1408 M.

Ghirah astronomi di Samarkand mengalami puncaknya ketika Ulugh Beg mulai membangun observatorim pada 1420. Menurut Kriscunas, berdasarkan laporan yang ditulis ahli astronomi pada saat iru, Al-Kashi aktivitas pengkajian astronomi di Observatorium Ulugh Beg didukung oleh 70 SARJANA. Para ahli astronomi itu mendapatkan perlakukan istimewa dengan fasilitas dan gaji yang luar biasa besarnya. Observatorium ini beroperasi selama 50 tahun.

 Dalam Al-Quran surah Ali-Imran ada menyebut bahawa :
‘’Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". (QS 3:190-191)
Pengaruh Karya Ibnu Al-Syathir
 "Meskipun sistemnya merupakan geosentri yang kuat, dia telah menghapuskan equant dan accentric Ptolemaic dan rincian sistem matematikanya hampir serupa dengan karya Copernicus' De revolutionibus, " jelas V Roberts and E. S. Kennedy dalam karyanya "The Planetary Theory of Ibn al-Syathir". Menurut Saliba, model bulan Copernicus juga tidak berbeza dengan model Ibnu al-Syathir. Dengan demikian dapat dipercayai bahwa model Ibnu Al-Syathir telah diadaptasi oleh Copernicus dalam model heliocentric.

"Walaupun masih belum jelas bagaimana ini dapat terjadi, diketahui bahwa manuskrip Byzantine Yunani yang berisi Tusi-couple tempat Ibnu Al-Syathir bekerja telah mencapai Italia pada abad ke-15 M, " tutur AI Sabra dalam karyanya "Configuring the Universe: Aporetic, Problem Solving, and Kinematic Modeling as Themes of Arabic Astronomy". Saliba menambahkan, diagram model heliocentric yang dikembangkan Copernicus, termasuk tanda-tanda dari poin, hampir sama dengan diagram dan tanda-tanda yang digunakan Ibnu Al-Syathir pada model geosentrisnya. "Sehingga sangat mungkin bahwa Copernicus terpengaruh karya Ibnu Al-Syathir, " ujarnya.

YM Faruqi dalam karyanya " Contributions of Islamic scholars to the scientific enterprise", mengungkapkan, "Teori pergerakan bulan Ibnu al-Shatir sangat mirip dengan yang dicetuskan Copernicus sekitar 150 tahun kemudian". Begitulah Ilmuwan Muslim al-Syathir mampu memberi pengaruh bagi dunia Barat.

Jasa-Jasa Ibnu Al-Syathir

Ibnu Al-Syathir berhasil menentukan tempat beredarnya bintang mercury dan bulan. Beliau juga berhasil menciptakan banyak alat yang dapat dipakai untuk memantau bintang dan yang dipakai untuk pengukuran dan perhitungan. Diantaranya berupa jam matahari dan astrolabe (alat untuk menentukan posisi bintang dan bulan dilangit). Beliau juga menulis buku dalam bidang matematika yang berjudul Zaij Ibnu Asy-Syathir. Ibnu Asy-Syathir adalah salah seorang ilmuwan Damaskus dalam bidang astronomi dan salah seorang ilmuwan astronomi
yang mengiringi manusia menuju gambaran baru tentang alam. Beliau juga telah berhasil membukakan jalan bagi peradaban era luar angkasa seperti yang kita ketahui sekarang.

Dalam hadis riwayat Ahmad Tirmidzi dan Ibnu Majjah, Rasullulah telah mengatakan bahawa ilmu itu merupakan ibadah dalam kehidupan manusia iaitu :

 “Dari Abi Darda dia berkata :”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda”: “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya karena ridla (rela) terhadap orang yang mencari ilmu. Dan sesungguhnya orang yang mencari ilmu akan memintakan bagi mereka siapa-siapa yang ada di langit dan di bumi bahkan ikan-ikan yang ada di air. Dan sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah seperti keutamaan (cahaya) bulan purnama atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para Nabi, sesugguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barang siapa yang mengambil bagian untuk mencari ilmu, maka dia sudah mengambil bagian yang besar.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majjah).

CADANGAN DAN KESIMPULAN

Sebagai kesimpulannya, terdapat beberapa manfaat yang boleh diperolehi daripada penemuan Ibnu Al-Syathir iaitu tempat beredarnya bintang Mercuri dan bulan memberi jalan untuk terwujudnya ilmu astronomi moden. Alat-alat perbintangan yang dibuatnya sangat membantu untuk menyelesaikan permasalahan ilmu perbintangan. Kemudian beliau meneruskan mempelajari ilmu astronomi di sekolah astronomi yang dipimpin oleh seorang astronomi senior, Nasharudin Ath-Thusi yang aktif dan berjaya pada abad ke-tujuh dan ke-8 Hijrah atau abad ke-13 dan ke-14 belas Masihi.Dalam pengkajiannya, beliau telah menemui tempat beredarnya bintang Mercuri dan bulan yang selama ini telah membingungkan para ilmuan yang lain. Dua contoh pergerakan dari keduanya merupakan penemuan pertama yang memberi jalan bagi wujudnya ilmu astronomi moden. Sehingga saat ini banyak ilmuan Barat yang mengakui penemuan beliau. Seorang ahli astronomi Poland, Copernicus telah mengambil contoh pergerakan bintang Mercuri dan bulan yang dibuat olehnya, iaitu dua abad setengah setelah wafatnya beliau malah penemuannya telah dinamakan Copercican system.

Semasa hidupnya, beliau telah banyak mencipta alat yang digunakan untuk memantau bintang dan dipakai dalam pengukuran dan perhitungan. Di antaranya ada yang berupa jam matahari dan tembaga, per-empatan tinggi dan per-empatan penuh yang dipakai untuk menyelesaikan permasalahan ilmu perbintangan yang dapat memberikan kita kepada hasil yang diinginkan atau astrolab. Selain itu, beliau juga banyak menghasilkan karya yang ditulis terutama dalam bidang astronomi. Diantaranya karya-karyanya banyak menerangkan alat-alat yang dipakai untuk meneropong bintang dan cara atau kaedah menggunakannya.

Bukunya yang berjudul Zaij Ibnu Asy-Syathir telah diringkaskan oleh Ibnu Zuraiq dengan judul Ar-Raudh Al- Athir Fi Talkhish Zaij Ibn Asy-Syathir. Menurut Ibnu Zuraiq, Ibnu Al Syathir telah menulis sebuah buku yang berharga dan telah berhasil menentukan tempat beberapa bintang dan peredarannya.Terdapat banyak lagi hasil karya daripada beliau, antaranya termasuklah Risalah Fi Al–Hai Al-Jadidah, Risalah Fi Al-Amal Bidaqaiq Ikhtilaf Al-faq Al-Mar’iah, Risalah Fi Istikraj At-Tarikh, An-Naf’u Al-Am Fi Al-Amal Bi Ar-Rub’I At-Tam Limawaqit Al-Islam dan berbagai-bagai lagi.

Antara contoh peredaran bintang Mercury dan bulan ini telah disentuh di dalam ensiklopedia Islam yang menyatakan bahawa penemuan yang diraih oleh Ibnu Asy-Syathir ini telah banyak memiliki persamaan dengan contoh yang ditemukan oleh Copernicus setelah berlalu dua abad lamanya. Apatah lagi contoh yang dikemukan oleh Copernicus terutama mengenai bulan dan Mercuri adalah sama sekali mirip teori Ibnu Al-Syathir yang telah menghuraikannya secara terperinci di dalam beberapa buah buku karyanya.

Bukti tersebut telah membuka rahsia Barat kepada dunia Islam bahawa Copernicus telah menyadur atau menyalin sebahagian daripada idea-idea Ibnu Al-Syathir. Hal ini adalah kerana banyak berita-berita yang menyatakan bahawa beberapa manuskrip karya Ibnu Al-Syathir telah ditemui di tempat kelahiran Copernicus. Ibnu Al-Syathir merupakan tokoh Islam yang banyak memberikan jasa dan telah banyak meninggalkan kesan kepada ilmuwan dunia Islam dalam membuka rahsia alam terutama dalam bidang astronomi.

Pensyarah: Abd Aziz bin Harjin
Tel: 013-400-6206, 011-1070-4212, 04-988-2701
abdazizharjin@perlis.uitm.edu.my
URL: abdazizharjin.blogspot.com



No comments:

Post a Comment