Oleh : Nurul
Suhailah Binti Mohamad Radzi 2014255626
PENDAHULUAN
Biografi
Ibnu Al-Syathir 1
Nama lengkapnya
adalah Alauddin Ali bin Ibrahim bin Muhammad bin Hasan al-Anshari al-Muaqqit
al-Falaki ad-Dimasyqi. Beliau dikenali dengan nama Ibnu Al-Syathir.Semasa
mudanya, beliau bekerja melubangi kayu dengan gading.Beliau lahir pada tahun
1304 dan pandai dalam bidang ilmu astronomi dan matematika. Selain itu, beliau
juga dikenali dengan nama Al Muththa’am Al Falaki, kerana pada masa mudanya
beliau berpotensi melubangi kayu dengan gading. Ibnu Al-Syathir dilahirkan pada
tahun 704 H (1304 M) dan wafat pada tahun 777 H (1275 M) dalam usianya yang
ke-73 tahun. Pada masa hidupnya beliau pernah menjadi muazzin di Masjid Umawi
yang terletak di Damaskus, kemudian menjadi muaqqit (penentu waktu solat) dan
mengetuai para muazzin.
Pendidikannya
Ibnu
Al-Syathir mempelajari ilmu astronomi dan matematika daripada seorang ahli
Astronomi Damaskus, Abu Hasan bin Husein bin Ibrahim bin Yusuf Al-Syathir. Abu
Hasan adalah sepupu dari ayah Ibnu Asy-Syathir. Kemudiannya beliau telah
mengembara ke beberapa negara lain untuk memperdalami ilmu, seperti ke Syam dan
Mesir. Beliau banyak mempelajari karya-karya asli astronomi pendahulunya
seperti Ath-Thusi, Umar Al-Khayam, Hasan bin Al-Haitam, dan Quthubuddin
Asy-Syairazi.
Idea
Ibnu Al-Syathir tentang planet bumi mengelilingi matahari telah menginspirasi
Copernicus. Akibatnya, Copernicus dimusuhi gereja dan dianggap pengikut iblis.
Demikian juga Galileo, yang merupakan pengikut Copernicus, secara rasmi
dipinggirkan oleh Gereja Katolik dan dipaksa untuk bertaubat, namun dia
menolak. Ibnu Al-Syathir merombak kembali Teori Geosentris yang dicetuskan
Claudius Ptolemaeus atau Ptolemy (90 SM– 168 SM). Secara matematis, Al-Syathir
memperkenalkan epicycle yang rumit (sistem lingkaran dalam lingkaran).
Al-Syathir mencuba menjelaskan bagaimana gerak merkurius jika bumi menjadi
pusat alam semestanya dan merkurius bergerak mengitari bumi.
Model
bentuk Merkurius Ibnu al-Syathir menunjukkan penggandaan dari epicycle
menggunakan Tusi-couple, sehingga menghilangkan eksentrik dan equant teori
Ptolemaic. Menurut George Saliba dalam karyanya A History of Arabic Astronomy:
Planetary Theories During the Golden Age of Islam, Kitab Nihayat al-Sul fi
Tashih al-Usul, merupakan risalah astronomi Ibnu Al-Syathir yang paling penting
Dalam
kitab itu, secara drastisnya mereformasi model matahari, bulan, dan planet
Ptolemic. Dengan memperkenalkan sendiri model non-Ptolemic yang menghapuskan
epicycle pada model matahari, yang menghapuskan eksentrik dan equant. Dengan
memperkenalkan epicycle ekstra pada model planet melalui model Tusi-couple, dan
yang menghilangkan semua eksentrik, epicycle dan equant di model bulan, "
jelas Saliba.
Model
Ibnu Al-Syathir untuk penampilan Merkurius, menunjukkan kebanyakan epicycles
menggunakan Tusi-couple, menghilangkan eksentrik dan equant teori Ptolemaic.
Sebelumnya, aliran Maragha hanya berpandukan pada model yang sama dengan model
Ptolemaic. Model geometris Ibnu Al-Syathir merupakan karya pertama yang
benar-benar unggul daripada model Ptolemaic kerana modelnya ini lebih baik sesuai
dengan pengamatan empiris. Ibnu Al-Syathir juga berhasil melakukan pemisahan
filsafat alam dari astronomi dan menolak model empiris Ptolemic dibanding
filsafat dasar. Tidak seperti astronomer sebelumnya, Ibnu Al-Syathir tidak
peduli dengan mempertahankan teori prinsip kosmologi atau filsafat alam (atau
fisika Aristoteles), melainkan untuk memproduksi sebuah model yang lebih
konsisten dengan pengamatan empiris.
Modelnya
menjadi lebih baik sesuai dengan pengamatan empiris daripada model-model
sebelumnya yang diproduksi sebelumnya. Saliba menambahkan karyanya tersebut
menjadi karya penting dalam astronomi, yang dapat dianggap sebagai sebuah
"Revolusi ilmiah sebelum Renaissance".
Dalam
membuat model barunya tersebut, Ibnu Al-Syathir melakukan pengujian dengan
melakukan pengamatan empiris. Tidak seperti astronomer sebelumnya, Ibnu
Al-Syathir umumnya tidak keberatan terhadap falsafah astronomi Ptolemaic, tetapi
ia ingin menguji seberapa jauh teori Ptolemy sesuai dengan pengamatan
empirisnya.
Dia
menguji model Ptolemaic, dan jika ada yang tidak sesuai dengan pengamatannya, maka
ia akan merumuskan sendiri model non-Ptolemaic pada bahagian yang tidak sesuai
dengan pengamatannya. Pengamatannya yang akurat membuatnya yakin untuk
menghapuskan epicycle dalam model matahari Ptolemaic.
Ibnu
Al-Syathir juga merupakan astromer pertama yang memperkenalkan percubaan dalam
teori planet untuk menguji model dasar empiris Ptolemaic. Saat menguji model
matahari Ptolemaic, Ibnu al-Syathir memaparkan ''pengujian nilai Ptolemaic
untuk bentuk dan ukuran matahari dengan menggunakan pengamatan gerhana
bulan." "Karyanya tentang percubaan dan pengamatannya memang telah
musnah, namun buku The Final Quest Concerning the Rectification of Principles
adalah milik Al-Syathir, '' ujar Saliba.
Kontribusi
Al-Syathir dalam Bidang Teknik
Ibnu
Al-Syathir berhasil menciptakan banyak alat yang dipergunakan untuk
memantau
bintang dan yang dipakai dalam pengukuran dan penghitungan. Di
antaranya
ada yang berupa jam matahari dan tembaga, perempatan tinggi dan perempatan
penuh yang dipakai untuk menyelesaikan permasalahan ilmu perbintangan yang
dapat mengantarkan kita kepada hasil yang diinginkan, dan astrolabe.
* Jam
Astrolabe
David A
King dalam bukunya bertajuk The Astronomy of the Mamluks menjelaskan bahawa
Ibnu Al-Syathir menemukan jam astrolabe pertama di awal abad ke-14 M.
Astrolabe
adalah instrumen astronomi zaman dahulu yang digunakan oleh astronomer, navigator,
dan astrolog pada era klasik. Astrolabe banyak digunakan untuk menentukan lokasi
dan menyelidiki posisi matahari, bulan, planet, dan bintang, menentukan waktu
lokal dengan mengetahui letak bujur dan letak lintang, serta triangulasi. Pada
era Islam abad pertengahan, astrolabe terutamanya digunakan untuk mempelajari
astronomi, navigasi, survei, penentu waktu, solat, serta menentukan arah
kiblat.
Sebuah
Risalah menjelaskan pentingnya Astrolabe oleh Nasir al-Din al-Tusi
* Jam
Matahari
Menurut
catatan sejarah, sundial atau jam matahari merupakan jam tertua dalam peradaban
manusia. Jam ini telah dikenal sejak tahun 3500 SM. Pembuatan jam matahari di
dunia Islam dilakukan oleh Ibnu al-Syathir, seorang ahli Astronomi Muslim (
1304-1375 M). "Ibnu al-Syathir merakit jam matahari yang bagus sekali
untuk menara Masjid Umayyah di Damaskus, " ujar David A King dalam
karyanya bertajuk The Astronomy of the Mamluks.
Berkat
penemuannya itu, beliau kemudian dikenali sebagai muaqqit (pengatur waktu
ibadah) pada Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah. Jam yang dibuat Ibnu
al-Syathir itu masih tergolong jam matahari kuno yang didasarkan pada garis jam
lurus. Ibnu al-Syathir membahagi waktu dalam sehari dengan 12 jam, pada musim
dingin waktu pendek, sedangkan pada musim panas waktu lebih panjang. Jam
mataharinya itu merupakan polar-axis sundial paling tua yang masih tetap eksis
hingga kini.
"Jam
mataharinya merupakan jam tertua polar-axis sundial yang masih ada. Konsep
kemudian muncul di Barat jam matahari pada 1446, " ungkap Jones, Lawrence
dalam karyanya "The Sundial And Geometry".
*
Kompas
David A.King
mengatakan Ibnu al-Syathir juga menemukan kompas, sebuah perangkat pengatur
waktu yang menggabungkan jam matahari dan kompas magnetis pada awal abad ke-14
M.
*
Instrumen Universal
Ibnu
al-Syathir menjelaskan instrumen astronomi lainnya yang disebut sebagai
"instrumen universal''. Penemuan Al-Syathir ini kemudian dikembangkan
seorang astronomer dan rekayawasan legendaris di era kekhalifahan Turki Usmani,
Taqi al-Din. Instrumen itu digunakan di observatorium al-Din Istanbul 1577-1580
M
Kegemilangan
Observatorium Ulugh Beg
Observatorium pertama di dunia dibangunkan
oleh astronomi Yunani bernama Hipparcus (150 SM). Namun, di mata ahli astronomi
Muslim abad pertengahan, konsep observatorium yang dilahirkan Hipparcus itu
jauh dari memadai. Sebagai buktinya, para sarjana Muslim juga membangunkan
observatorium yang lebih moden pada zamannya.
Sejumlah
astronomi Muslim yang dipimpin oleh Nasir al-Din al-Tusi berhasil membangunkan
observatorium astronomi di Maragha pada 1259 M. Observatorium itu dilengkapi perpustakaan
dengan koleksi buku mencapai 400 ribu judul. Observatorium Maragha juga telah
melahirkan sejumlah astronomi terkemuka seperti, QuIb al-Din al-Shirazy, Mu'ayyid
al-Din al-Urdy, Muiyi al-Din al-Maghriby, dan banyak lagi.
Ahli
astronomi Barat, Kevin Krisciunas dalam tulisannya berjudul The Legacy of Ulugh
Beg mengungkapkan, observatorium teragung yang dibangunkan oleh sarjana Muslim
adalah Ulugh Beg. Observatorium itu dibangunkan oleh seorang penguasa keturunan
Mongol yang bertakhta di Samarkand bernama Muhammad Taragai Ulugh Beg
(1393-1449).
Penarikan
Ulugh Beg dalam astronomi bemula, ketika dia mengunjungi Observatorium Maragha
yang dibangunkan oleh ahli astronomi Muslim terkemuka, Nasir al-Din al-Tusi, "
tutur Krisciunas. Geliat pengkajian astronomi di Samarkand mulai berlangsung
pada tahun 1201. Namun, aktivitas astronomi yang sesungguhnya di wilayah
kekuasaan Ulugh Beg mulai terjadi pada 1408 M.
Ghirah
astronomi di Samarkand mengalami puncaknya ketika Ulugh Beg mulai membangun
observatorim pada 1420. Menurut Kriscunas, berdasarkan laporan yang ditulis
ahli astronomi pada saat iru, Al-Kashi aktivitas pengkajian astronomi di
Observatorium Ulugh Beg didukung oleh 70 SARJANA. Para ahli astronomi itu
mendapatkan perlakukan istimewa dengan fasilitas dan gaji yang luar biasa
besarnya. Observatorium ini beroperasi selama 50 tahun.
Dalam Al-Quran surah Ali-Imran ada menyebut
bahawa :
‘’Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka". (QS 3:190-191)
Pengaruh
Karya Ibnu Al-Syathir
"Meskipun sistemnya merupakan geosentri
yang kuat, dia telah menghapuskan equant dan accentric Ptolemaic dan rincian
sistem matematikanya hampir serupa dengan karya Copernicus' De revolutionibus, "
jelas V Roberts and E. S. Kennedy dalam karyanya "The Planetary Theory of
Ibn al-Syathir". Menurut Saliba, model bulan Copernicus juga tidak berbeza
dengan model Ibnu al-Syathir. Dengan demikian dapat dipercayai bahwa model Ibnu
Al-Syathir telah diadaptasi oleh Copernicus dalam model heliocentric.
"Walaupun
masih belum jelas bagaimana ini dapat terjadi, diketahui bahwa manuskrip
Byzantine Yunani yang berisi Tusi-couple tempat Ibnu Al-Syathir bekerja telah
mencapai Italia pada abad ke-15 M, " tutur AI Sabra dalam karyanya
"Configuring the Universe: Aporetic, Problem Solving, and Kinematic
Modeling as Themes of Arabic Astronomy". Saliba menambahkan, diagram model
heliocentric yang dikembangkan Copernicus, termasuk tanda-tanda dari poin, hampir
sama dengan diagram dan tanda-tanda yang digunakan Ibnu Al-Syathir pada model
geosentrisnya. "Sehingga sangat mungkin bahwa Copernicus terpengaruh karya
Ibnu Al-Syathir, " ujarnya.
YM
Faruqi dalam karyanya " Contributions of Islamic scholars to the
scientific enterprise", mengungkapkan, "Teori pergerakan bulan Ibnu
al-Shatir sangat mirip dengan yang dicetuskan Copernicus sekitar 150 tahun
kemudian". Begitulah Ilmuwan Muslim al-Syathir mampu memberi pengaruh bagi
dunia Barat.
Jasa-Jasa
Ibnu Al-Syathir
Ibnu
Al-Syathir berhasil menentukan tempat beredarnya bintang mercury dan bulan.
Beliau juga berhasil menciptakan banyak alat yang dapat dipakai untuk memantau
bintang dan yang dipakai untuk pengukuran dan perhitungan. Diantaranya berupa
jam matahari dan astrolabe (alat untuk menentukan posisi bintang dan bulan
dilangit). Beliau juga menulis buku dalam bidang matematika yang berjudul Zaij
Ibnu Asy-Syathir. Ibnu Asy-Syathir adalah salah seorang ilmuwan Damaskus dalam
bidang astronomi dan salah seorang ilmuwan astronomi
yang
mengiringi manusia menuju gambaran baru tentang alam. Beliau juga telah
berhasil membukakan jalan bagi peradaban era luar angkasa seperti yang kita
ketahui sekarang.
Dalam
hadis riwayat Ahmad Tirmidzi dan Ibnu Majjah, Rasullulah telah mengatakan
bahawa ilmu itu merupakan ibadah dalam kehidupan manusia iaitu :
“Dari Abi Darda dia berkata :”Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda”: “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka
mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, dan
sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya karena ridla (rela) terhadap
orang yang mencari ilmu. Dan sesungguhnya orang yang mencari ilmu akan
memintakan bagi mereka siapa-siapa yang ada di langit dan di bumi bahkan
ikan-ikan yang ada di air. Dan sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas
orang yang ahli ibadah seperti keutamaan (cahaya) bulan purnama atas seluruh
cahaya bintang. Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para Nabi, sesugguhnya
para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu,
maka barang siapa yang mengambil bagian untuk mencari ilmu, maka dia sudah
mengambil bagian yang besar.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu
Majjah).
CADANGAN
DAN KESIMPULAN
Sebagai
kesimpulannya, terdapat beberapa manfaat yang boleh diperolehi daripada
penemuan Ibnu Al-Syathir iaitu tempat beredarnya bintang Mercuri dan bulan
memberi jalan untuk terwujudnya ilmu astronomi moden. Alat-alat perbintangan
yang dibuatnya sangat membantu untuk menyelesaikan permasalahan ilmu
perbintangan. Kemudian beliau meneruskan mempelajari ilmu astronomi di sekolah
astronomi yang dipimpin oleh seorang astronomi senior, Nasharudin Ath-Thusi
yang aktif dan berjaya pada abad ke-tujuh dan ke-8 Hijrah atau abad ke-13 dan
ke-14 belas Masihi.Dalam pengkajiannya, beliau telah menemui tempat beredarnya
bintang Mercuri dan bulan yang selama ini telah membingungkan para ilmuan yang
lain. Dua contoh pergerakan dari keduanya merupakan penemuan pertama yang
memberi jalan bagi wujudnya ilmu astronomi moden. Sehingga saat ini banyak
ilmuan Barat yang mengakui penemuan beliau. Seorang ahli astronomi Poland, Copernicus
telah mengambil contoh pergerakan bintang Mercuri dan bulan yang dibuat olehnya,
iaitu dua abad setengah setelah wafatnya beliau malah penemuannya telah
dinamakan Copercican system.
Semasa
hidupnya, beliau telah banyak mencipta alat yang digunakan untuk memantau
bintang dan dipakai dalam pengukuran dan perhitungan. Di antaranya ada yang
berupa jam matahari dan tembaga, per-empatan tinggi dan per-empatan penuh yang
dipakai untuk menyelesaikan permasalahan ilmu perbintangan yang dapat
memberikan kita kepada hasil yang diinginkan atau astrolab. Selain itu, beliau
juga banyak menghasilkan karya yang ditulis terutama dalam bidang astronomi.
Diantaranya karya-karyanya banyak menerangkan alat-alat yang dipakai untuk
meneropong bintang dan cara atau kaedah menggunakannya.
Bukunya
yang berjudul Zaij Ibnu Asy-Syathir telah diringkaskan oleh Ibnu Zuraiq dengan
judul Ar-Raudh Al- Athir Fi Talkhish Zaij Ibn Asy-Syathir. Menurut Ibnu Zuraiq,
Ibnu Al Syathir telah menulis sebuah buku yang berharga dan telah berhasil
menentukan tempat beberapa bintang dan peredarannya.Terdapat banyak lagi hasil
karya daripada beliau, antaranya termasuklah Risalah Fi Al–Hai Al-Jadidah, Risalah
Fi Al-Amal Bidaqaiq Ikhtilaf Al-faq Al-Mar’iah, Risalah Fi Istikraj At-Tarikh, An-Naf’u
Al-Am Fi Al-Amal Bi Ar-Rub’I At-Tam Limawaqit Al-Islam dan berbagai-bagai lagi.
Antara
contoh peredaran bintang Mercury dan bulan ini telah disentuh di dalam
ensiklopedia Islam yang menyatakan bahawa penemuan yang diraih oleh Ibnu
Asy-Syathir ini telah banyak memiliki persamaan dengan contoh yang ditemukan
oleh Copernicus setelah berlalu dua abad lamanya. Apatah lagi contoh yang
dikemukan oleh Copernicus terutama mengenai bulan dan Mercuri adalah sama
sekali mirip teori Ibnu Al-Syathir yang telah menghuraikannya secara terperinci
di dalam beberapa buah buku karyanya.
Bukti
tersebut telah membuka rahsia Barat kepada dunia Islam bahawa Copernicus telah
menyadur atau menyalin sebahagian daripada idea-idea Ibnu Al-Syathir. Hal ini
adalah kerana banyak berita-berita yang menyatakan bahawa beberapa manuskrip
karya Ibnu Al-Syathir telah ditemui di tempat kelahiran Copernicus. Ibnu
Al-Syathir merupakan tokoh Islam yang banyak memberikan jasa dan telah banyak
meninggalkan kesan kepada ilmuwan dunia Islam dalam membuka rahsia alam
terutama dalam bidang astronomi.
Pensyarah: Abd Aziz bin Harjin
Tel: 013-400-6206, 011-1070-4212,
04-988-2701
abdazizharjin@perlis.uitm.edu.my
URL: abdazizharjin.blogspot.com
No comments:
Post a Comment